Keluarga Pembelajar


Sebuah keluarga tidak serta-merta dikatakan sebagai keluarga pembelajar hanya karena semua anggota keluarganya pembelajar. Jika ayahnya pembelajar, ibunya pembelajar, dan/atau anak-anaknya pembelajar, belum cukup menjadikan keluarga tersebut menjadi keluarga pembelajar. Mereka baru sebatas individu-individu pembelajar. Keluarga pembelajar merupakan interaksi kolektif berdasarkan suatu pola tertentu. Anggota keluarga hanya salah satu komponen yang bisa membentuk keluarga pembelajar. Maksudnya?

Keluarga adalah sebuah sistem yang merupakan kesatuan dari bagian-bagian fungsi untuk mencapai seperangkat tujuan. Menurut Soekanto (1998), keluarga merupakan suatu kelompok sosial terkecil di masyarakat yang terbentuk atas dasar perkawinan. Menurut Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 menetapkan kebahagiaan sebagai tujuannya. Apa itu bahagia? Saya pernah menuliskannya di sini

Dalam dunia yang terus berubah dan berkembang, kemampuan untuk belajar dan beradaptasi menjadi kunci utama kesuksesan dan kebahagiaan. Konsep "keluarga pembelajar" mengajak kita untuk melihat keluarga sebagai unit dinamis yang selalu haus akan pengetahuan dan keterampilan baru. Bayangkan sebuah keluarga memiliki mekanisme yang menciptakan atmosfer bagi anggotanya untuk terus belajar, berbagi pengetahuan, dan tumbuh bersama. Ada tiga pendekatan kerangka kerja jika ingin mengembangkan konsep keluarga pembelajar.

Sebelum membahas ketiga kerangka kerja tersebut, terlebih dahulu kita definisikan apa itu kerangka kerja yang dimaksud. Kerangka kerja di sini kita maksudkan sebagai struktur yang digunakan untuk mengatur pemikiran kita tentang suatu pembahasan tertentu. Ini memberi kita konsep-konsep terkait pembahasan itu dan panduan tentang bagaimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan. Dengan kerangka kerja, kita dapat memahami apa yang kita amati, merumuskan ide-ide baru, dan mengelola pembahasan tersebut. Clear? Sekarang saatnya kita bahas kerangka kerjanya satu per satu.

 

Aktivasi Fungsi Pendidikan di Keluarga

Membangun keluarga pembelajar merupakan langkah penting dalam mewujudkan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkarakter. Keluarga memiliki peran sentral dalam menumbuhkan budaya belajar dan menanamkan nilai-nilai positif pada anak sejak dini. Apa yang ditanam dan ditumbuhkan? Itulah pengetahuan.

Setiap keluarga pastinya memiliki aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwuju. Pengetahuan termasuk aset tak berwujud (ATB) bagi sebuah keluarga. Kerangka kerja ATB memandang pengetahuan sebagai kapasitas untuk mengambil tindakan. Menurut K.E. Sveiby (1997) hal tersebut terjadi jika ada pengetahuan tacit dalam diri para anggota keluarga, visi yang berorientasi tindakan, prosedur yang terkodifikasi, serta perubahan yang konstan. Jika disederhanakan: adanya struktur, internal dan eksternal, serta interaksi diantara keduanya. Dimaksud struktur di sini tentu saja bukan merujuk pada struktur suatu bangunan. Lalu apa?

Kompetensi orang tua menjadi kunci pertama untuk mengembangkan keluarga pembelajar. Dalam perkembangannya kemudian, kompetensi anak-anaknya juga akan semakin penting. Kompetensi yang dibutuhkan berupa kapasitas untuk bertindak dalam berbagai situasi untuk menciptakan nilai. Kompetensi tersebut dibentuk oleh lima elemen, yaitu: (1) pengetahuan yang terkodifikasi (explicit); (2) keterampilan; (3) pengalaman; (4) pengambilan keputusan; dan (5) jejaring sosial. Kompetensi ini akan menjadi aset berharga jika sebuah keluarga memiliki struktur internal yang baik.

Struktur internal keluarga berupa sistem administrasi, tata kelola dan pengorganisasian, prosedur relasi antar bagian, termasuk pemanfaatan teknologi. Struktur internal ini yang nantinya akan memberi bentuk bagaimana keluarga tersebut berinteraksi dengan struktur eksternal, yaitu: masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya. Keluarga yang memiliki ATB adalah keluarga yang bertumbuh dan berdinamika.

 

Optimasi Fungsi Pendidikan di Keluarga

Sudah dijelaskan jika pengetahuan sebagai ATB itu bukan benda. Jika ingin tetap dimiliki, maka pengetahuan tersebut harus terus bergerak sebagai suatu siklus. Bagaimana caranya menggerakan pengetahuan dalam suatu siklus secara berkesinambungan?

Dalam manajemen kita mengenal POAC. Planning, organizing, actuating, dan controlling. Dalam optimasi fungsi pendidikan di keluarga, kita perlu melakukan serangkaian kegiatan. Rangkaian yang harus dijalankan secara sirkular, yaitu sebagai berikut: review, act, reflect, dan conceptualize.

Tadi disampaikan bahwa keluarga tidak berada dalam ruang statis. Lingkungan internal dan eksternal senantiasa berubah. Terhadap perubahan yang terjadi dibutuhkan review atau tinjauan. Tinjuan bisa berupa monitoring dan evaluasi kinerja, atau kebutuhan dalam menghadapi perubahan situasi. Hasil tinjauan bahan untuk act, bertindak. Pada fase ini POAC dilakukan. Keluaran dari act ini untuk melakukan reflect. Merenungkan apa-apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan. Direnungkan hingga bisa terkonseptualisasi, conceptualize. Tergudangkan seperangkat pengetahuan terkodifikasi sebagai referensi bagi keluarga. Terpetakan apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi keluarga dalam usaha mencapai kebahagiaan sebagai tujuannya. Menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) akan dapat diformulasikan strategi pengembangan, berupa: (1) SO (Strengths-Opportunities), menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; (2) WO (Weaknesses-Opportunities), mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang; (3) ST (Strengths-Threats), menggunakan kekuatan untuk mengurangi dampak ancaman; dan (4) WT (Weaknesses-Threats), membuat rencana untuk mengatasi kelemahan dan ancaman secara bersamaan.   

 

Konvergensi Fungsi Pendidikan di Keluarga

Inti dari keluarga pembelajar adalah hadirnya fungsi pendidikan di keluarga. Di keluarga yang memiliki fungsi pendidikan, maka akan selalu tercipta pengetahuan baru. Baik pengetahuan yang terpersonifikasi (dari explicit ke tacit), tersosialisasi (dari tacit ke tacit), terkodifikasi (dari tacit ke explicit), maupun terkombinasi (dari explicit ke explicit).

Fungsi pendidikan di keluarga yang terkonvergensi menjamin pengetahuan yang terus tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, keluarga tersebut akan selalu relevan dan kontekstual. Keluarga sebagai inti dari suatu masyarakat akan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan dan tantangan yang diberikan zaman.

Fungsi pendidikan di keluarga akan menjadikan keluarga sebagai lumbung pengetahuan (knowledge storage). Bukan hanya anggotanya, sebagai struktur internal, yang bisa memberikan kontribusi. Pengetahuan dari struktur eksternal juga bisa diserap. Pengakuisisian (knowledge acquisition) dilakukan melalui proses interaksi diantara keduanya.

 

Aris Munandar, founder Rumah Matahari Pagi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.