Katanya banyak membaca buku akan meningkatkan kebahagiaan. Seberapa tinggi minat baca kita? Sudahkah kita bahagia?
2 Februari 2023 silam, saya berkesempatan menghadiri ulang tahun ke-53 PT. Gramedia Asri Media. Gramedia mungkin satu dari sangat sedikit jejaring toko buku yang masih bertahan. Teman-temannya sesama toko buku satu per satu bertumbangan. Padahal akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas merupakan salah satu masalah utama dunia literasi kita. Apalagi berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh Kindle menyebutkan jika aktivitas membaca buku erat kaitannya dengan kebahagiaan.
Berdasarkan yang dilakukan oleh Kindle pada tahun 2018-2019 terhadap 27.305 responden di 13 negara menyebutkan jika semakin banyak membaca, mereka semakin merasa bahagia. Masih mengenai kebahagiaan, World Happiness Report 2023 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-84 dari 137 negara. Jika masih ingin bertanya bagaimana kondisi literasi kita, silakan saja simak kembali Kaleidoskop Januari 2023 berikut. Jadi, apa itu kebahagiaan?
Banyak yang mengatakan jika kebahagiaan itu suatu kondisi dimana kita sudah sejahtera. Aristippos memberikan ukuran sejahtera, yaitu manakala kita sudah bisa merasakan kenikmatan. Dalam Bahasa Yunani, kenikmatan itu arti dari kata hedone, oleh karenanya paham ini kita kenal dengan sebutan hedonisme. Mereka yang fokus pada pencapaian jumlah kenikmatan disebut hedonis kuantitatif. Sedangkan hedonis kualitatif tentu saja fokusnya lebih pada kualitas kenikmatan yang dirasakan.
Aristippos merupakan muridnya Sokrates. Gurunya mengajarkan bahwa tujuan hidup manusia adalah menemukan kebaikan. Nah, Si Aris ini menginterpretasikan kebaikan itu sebagai kenikmatan. Pemahaman ini berbeda dengan pemahaman Si Aris yang lain, yaitu Aristoteles. Aris yang lain ini memahami kebaikan sebagai pencapaian spiritual, pengalaman rohani. Baik itu eu dalam bahasa Yunani, sedangkan roh dipadankan dengan kata daimon, jadi pandangan Aristoteles ini disebut sebagai eudaimonia.
Bagaimana agar seseorang bisa mengalami pengalaman rohani sehingga menemukan kebahagiaannya? Aristoteles memberikan petunjuk agar orang tersebut meningkatkan rasionalitasnya. Dengan rasio yang dimilikinya, maka orang tersebut dapat berpikir secara kontemplatif. Dalam kontemplasinya ini seseorang dituntun menuju pada kebahagiaan yang sempurna.
Meskipun terpengaruh oleh Aristippos, namun Epicurus memiliki pendekatan berbeda mengenai cara menuju kebahagiaan. Menurutnya, yang dimaksud kenikmatan itu berbeda seperti apa yang digambarkan oleh para hedonis tadi. Kenikmatan yang dimaksud oleh Epicurus ada suatu kondisi dimana kita telah terbebas dari rasa khawatir. Oleh karena itu kita tidak perlu segala jenis kenikmatan. Ada kenikmatan yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, ada juga kenikmatan yang justru menimbulkan kesakitan. Kuncinya ada pada bagaimana kita bisa mencapai ketenangan pikiran, atau Epicurus menyebutnya sebagai ataraxia.
Selanjutnya, mari kita gunakan jurus cocokologi. Kenapa mereka yang lebih banyak membaca buku merasa lebih bahagia? Kalau ditinjau dari pandangan Aristippos, mungkin si pembaca tersebut memposisikan aktivitas membacanya sebagai kenikmatan, reading for pleasure. Pembaca ini saya sebut sebagai tipe pembaca hedon. Pembaca hedon yang mengejar jumlah buku yang dibaca sebanyak-banyaknya, dia pembaca hedon kuantitatif. Sedangkan yang berorientasi pada penemuan makna dari buku yang dibacanya, kita sebut saja sebagai pembaca hedon kualitatif.
Jika anak atau adik kita yang berusia SMP menjadi pembaca seperti ini, maka itu diyakini akan meningkatkan skor PISA 50 poin lebih tinggi. Secara lebih spesifik, andai anda mengidentifikasi diri sebagai pembaca hedon kuantitatif, cobalah tidak hanya fokus pada jumlah buku yang bisa dibaca saja melainkan juga memperkaya jenis bacaannya. Misalnya dengan memilih buku yang akan dibaca dengan beragam tema. Berkonsentrasilah pada buku yang dibaca. Parafrasekan dengan kata-kata sendiri. Itu akan membawa kenikmatan yang semakin tinggi untuk anda tipe pembaca hedon kualitatif. Hal itu disebabkan anda lebih memahami isi bacaan.
Pandangan Aristoteles bisa menjadi argumentasi lain kenapa banyak membaca bisa membuat lebih bahagia. Sebut saja tipe ini sebagai pembaca rasional. Untuk pembaca tipe ini, aktivitas membaca merupakan cara untuk mengaktivasi rasionalitas kita. Membaca dalam rangka menguatkan daya analitis dan nalar kritis terhadap teks, mencari latar belakang teks, membandingkan antar teks sehingga dapat melahirkan gagasan mandiri. Gagasan mandiri inilah sebagai pemaknaan yang didorong oleh cara berpikir kontemplatif. Dengan jalan membaca, pembaca rasional menggapai kebahagiaan sejatinya.
Namun, menetapkan tujuan-tujuan ideal tadi akan memberikan tekanan bagi kita. Baik menurut Aristippos maupun Aristoteles, kedua Aris ini akan memberikan rasa sakit. Itu terjadi jika kondisi dan kemampuan kita belum mumpuni menggapainya. Untuk itu membaca saja semampunya. Nikmati apapun hasilnya. Membacalah dengan sederhana. Untuk itu kita namakan tipe ini sebagai pembaca santuy. Tipe ini menikmati setiap detik dari aktivitas membaca yang dilakukannya. Itulah kebahagiaan.
Pastinya masih banyak tipe-tipe pembaca lain. Sebut saja tipe pembaca penguasa, jika kita mendasarkan aktivitas membaca pada perkataan Margaret Fuller: “today a reader, tomorrow a leader.” Atau ada juga tipe pembaca bucin, jika Najwa Shihab yang dijadikan patokan: “Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari jatuh cinta.” Apapun itu, sekarang giliran anda menjawab pertanyaan-pertanyaan ini untuk diri sendiri: Sudahkah anda membaca? Bahagiakah anda? Jalan mana yang anda pilih untuk menuju kebahagiaan?
Aris Munandar
Tidak ada komentar