Learn How To Learn



Kita percaya bahwa belajar bukan hanya menggudangkan ilmu ke otak namun lebih jauh mengaplikasikannya dalam kehidupan “long life education”. Pada dasarnya kita akan mempelajari sesuatu yang dibutuhkan. Kita terdorong belajar untuk meningkatkan kualitas diri atau taraf hidup, kita juga belajar untuk bisa menyelesaikan persoalan, atau kita akan belajar untuk mengasah minat dan bakat. Intinya kita belajar karena kita memiliki tujuan.

Pendidikan memiliki cakupan yang sangat luas, pendidikan adalah proses membangun budaya belajar, karenanya pendidikan harus dibangun dari rumah, dimulai dari kita sebagai orangtua, jika budaya belajar sudah terbangun maka anak-anak pun akan mengikuti dan terbiasa untuk belajar. Kita dan anak bisa bersama-sama belajar dengan cara mencari tahu dan menguji coba setiap gagasan. 

Pada prinsipnya cara belajar kita dan anak-anak itu sama, hal ini berkaitan dengan kebutuhan dan karakteristik, karena setiap individu itu unik, maka cara belajarnya juga beragam.

"Everyone must be prepared to position themselves. They must be prepared to want to learn - to see is not as something they need to do, but as something they enjoy doing. They Will have to learn." - Peter Drucker

Menurut Drucker, di masa depan kemampuan satu-satunya yang dapat menjamin seseorang tetap relevan adalah kemampuan learn how to learn (belajar bagaimana caranya belajar). Kemampuan ini merupakan keterampilan dasar seseorang untuk mampu menyerap ilmu dengan cepat, dan kecepatan belajar menentukan kesuksesan. 

Hal di atas juga berlaku bagi kita sebagai orang tua, kita harus memadai dan relevan dengan perkembangan zaman agar dapat mendampingi anak-anak dalam tumbuh kembang mereka. Kita tidak bisa menarik anak kembali ke masa dulu atau masa saat kita menjadi anak-anak. Bukankah tidak relevan jika kita berkata "zaman Bapak mah dulu BLA BLA BLA  atau zaman Ibu mah dulu BLA  BLA BLA". Sebagai orang tua yang bijak maka kita tidak bisa menyamakan kondisi kita dengan anak, yang perlu dilakukan agar bisa mendampingi anak adalah dengan belajar. Dan nyatanya, kita pun perlu belajar bagaimana caranya belajar.

Kita belajar agar bisa memecahkan permasalahan yang sedang dialami. Kita belajar agar bisa memahami kebutuhan anak, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikologisnya. Kita belajar agar bisa memberikan pendekatan yang tepat agar anak bisa berkembang. Kita belajar terkait metode belajar agar pembelajaran yang anak lakukan mencapai tujuan yang optimal. 

Lalu, bagaimana caranya belajar?

Disadur dari buku Learning 5.1:

Jim Kwik memperkenalkan metode B.E.F.A.S.T yang merupakan pondasi How to Learn. B.E.F.A.S.T adalah singkatan untuk Believe, Exercise, Forget, Aktive, State, dan Teach untuk mengoptimalkan kerja otak.

Believe

Henry Ford pernah menguji sendiri, jika kita berpikir tidak bisa, maka kita tidak akan bisa. Sebaliknya, jika kita yakin bisa, maka kita akan bisa. Sebenarnya manusia memiliki kapasitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sama hebatnya. Bedanya adalah paradigma, ada yang percaya bahwa kita bisa dan ada juga yang tidak. Hambatan mental (mental block) adalah keyakinan yang menghambat kita untuk bisa.

Forget

Kemampuan untuk forget adalah kemampuan yang wajib dimiliki sebelum belajar. Kemampuan ini adalah mengosongkan apa yang sudah kita tahu. Lupakan semua pengetahuan kita agar bisa menerima dan merasakan semuanya tanpa ada penghakiman apa-apa. Pikiran kita seperti gelas, jika gelasnya penuh maka tidak bisa menerima apa-apa lagi. 

Sekali lagi, lupakan keterbatasan kita, otak kita adalah anugerah Tuhan terbesar, hanya believe kita yang menahannya.

Active

Aktif adalah saat kita terlibat secara mental (fokus, ingin tahu), emosional (senang), dan fisik (bergerak). Pada dasarnya otak bekerja bukan untuk mengkonsumsi informasi. Otak bekerja saat mengkreasi sesuatu. Oleh karena itu tulislah apa yang kita dapat selama belajar. Kita bisa membuat jurnal untuk membantu menuliskan pemahaman atau hasil refleksi kita. Libatkan juga diri dalam diskusi grup dengan antusias, semakin baik kita belajar maka semakin banyak pemahaman yang didapatkan.

State

State adalah kondisi fisik, mood, emosi, dan gelombang frekuensi otak. Kualitas learning tergantung state. Kita tidak bisa memahami pengetahuan baru jika kondisi kita lelah, bosan, marah, terintimidasi, takut, atau stres. Marah, terintimidasi, takut, dan stres artinya gelombang otak kita berada di gelombang otak Gamma, seluruh otot tubuh kita menjadi tegang dan kita cenderung reaktif.

Kita akan optimal dalam belajar jika kita berada pada gelombang otak Beta hingga Theta. State Beta ada pada saat kita berkonsentrasi penuh, misalnya pada saat ujian. Pada state ini kita sedang sadar penuh, seluruh panca indra kita aktif dan tingkat penyerapan pengetahuan sekitar 10%.

State Alpha terjadi pada saat kita rileks. Pada state ini hadir intuisi dan kreativitas. Pada state ini kita akan menerima informasi melalui panca indra dengan sedikit proses berpikir. Tingkat penyerapan pengetahuan sekitar 40%-50%.

State Theta atau yang disebut dengan state Super Learning terjadi saat kita berada di batas antara alam sadar dan bawah sadar. Di state inilah informasi masuk ke alam bawah sadar tanpa filter. Jika kita mendengarkan podcast dalam state ini, maka setiap kata-kata dalam podcast ini akan terekam dalam alam bawah sadar kita. Tingkat penyerapan pengetahuan sekitar 60%-90%.

Teach

Seperti kata orang bijak, segala sesuatu dinilai dari niat. Maka niatkanlah belajar untuk mengajari orang lain. Dengan niat kita akan lebih baik dalam belajar, lebih banyak bertanya, lebih aktif berinteraksi, lebih berupaya untuk menerima informasi dengan hati terbuka. Selajutnya kita catat semua yang diperoleh dalam jurnal kita. Bagikanlah kembali pemahaman kita kepada orang lain, pengetahuan yang disimpan akan mati, sedangkan pengetahuan yang dibagikan akan abadi.

Metode B.E.F.A.S.T di atas bisa menjadi pondasi how to learn untuk membangun budaya belajar dalam keluarga. Agar kita bisa memadai dan relevan dengan perkembangan zaman, maka kita harus selalu memperbaharui diri. Kita perlu merawat pola pikir (mindset) karena hal tersebut akan mempengaruhi cara pandang terhadap diri maupun anak-anak kita dalam proses tumbuh kembangnya. Selain itu, kita harus berupaya mengembangkan model dan metode (toolset) dalam mendampingi dan melatih anak kita, agar pembelajaran mencapai hasil yang optimal. Serta memperbaharui keterampilan (skillset) agar terus terhubung dengan perkembangan zaman yang menjadi kebutuhan anak-anak kita.

Sekali lagi, agar bisa mendampingi anak-anak dalam tumbuh kembangnya, maka kita harus menjadi orang tua yang memadai dan relevan dengan perkembangan zaman, dan satu-satunya cara adalah dengan terus belajar. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.